Kontroversi
RUU Prolegnas 2013
Hanya dihadiri 45 anggota, Paripurna DPR RI
menetapkan 70 RUU prioritas untuk dibahas dan diundangkan sepanjang tahun 2013.
Apa yang terjadi sampai-sampai RUU Pertembakauan dianggap ‘RUU Siluman’?
Mengapa RUU Perubahan UU KPK tergusur? Ironisnya,
realisasi target RUU prioritas tahun 2012 sangat rendah.
Kinerja para wakil
rakyat di gedung Senayan kembali disorot. Medio Desember 2012, Sidang paripurna
DPR RI
mengesahkan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2013.
Dalam sidang yang
hanya dihadiri 45 anggota dan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Amir Syamsuddin mewakili
pemerintah itu ditetapkan 70 Rancangan Undang Undang (RUU) sebagai RUU prioritas utama
yang akan dibahas dan diundangkan sepanjang masa persidangan 2013.
Ketua
Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ignatius Mulyono, mengatakan Prolegnas RUU Prioritas
2013 disusun melalui koordinasi intensif dengan Menkumham.
Dalam menyusun
Prolegnas 2013, lanjut Ignatius, Baleg telah menerima usulan sejumlah RUU agar masuk
dalam Prolegnas, mulai fraksi-fraksi di DPR RI , Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI,
sampai masyarakat luas (kalangan LSM).
“Dari 110 judul
RUU yang diusulkan DPR dan
35 judul RUU usulan dari pihak pemerintah, Baleg dan pemerintah
sepakat untuk menetapkan 70 judul RUU sebagai prioritas 2013” ungkap politisi Partai Demokrat ini.
Ignatius merinci
70 RUU yang masuk dalam Prolegnas 2013, meliputi 31 RUU dalam tahap Pembicaraan
Tingkat I (peninggalan dari Prolegnas Tahun
2012), 2 RUU dalam tahap Harmonisasi
di Baleg, 25 RUU dalam tahap akhir penyusunan (19 RUU dari DPR RI dan 6 RUU
dari pemerintah), 5 RUU sedang disiapkan oleh DPR RI, dan 7 RUU lainnya sedang
disiapkan pemerintah. (Lihat: DAFTAR
70 RUU PROLEGNAS PRIORITAS TAHUN 2013)
Selain 70 RUU
tersebut, Baleg menyepakati 5 RUU yang bersifat kumulatif terbuka juga masuk
dalam Prolegnas 2013, yaitu (1) daftar RUU Kumulatif Terbuka tentang Pengesahan
Perjanjian Internasional, (2) daftar RUU RUU Kumulatif Terbuka akibat Putusan
Mahkamah Konstitusi, (3) daftar RUU RUU Kumulatif Terbuka tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, (4) daftar RUU RUU Kumulatif Terbuka tentang
Pembentukan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota, dan (5) daftar RUU Kumulatif
Terbuka tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU menjadi UU.
Realisasi Prolegnas 2012 rendah
Jumlah
RUU prioritas 2013 (70 RUU) hanya berbeda selisih 6 RUU dari RUU prioritas 2012
(64 RUU). Bagaimana realisasi atas 64 RUU prioritas yang ditargetkan menjadi UU
selama tahun 2012 tersebut?
Ternyata,
sebagaimana disampaikan Baleg DPR RI, baru 10 RUU yang telah selesai Tahap
Pembahasan, 31 RUU masih Tahap Pembicaraan Tingkat I, 2 RUU Tahap Harmonisasi, 25 RUU masih dalam Tahap Akhir Penyusunan,
serta 1 RUU dihentikan proses penyusunannya pada saat Tahap Harmonisasi. RUU
yang dihentikan tersebut adalah RUU tentang Perubahan atas UU No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(KPK). Dengan kata lain, baru 10 RUU dari 69 RUU prioritas target tahun 2012
yang kemungkinan besar bisa diundangkan sebagai UU.
“Realisasi
Prolegnas tahun 2012 masih belum berbanding lurus dengan target jumlah RUU yang
direncanakan untuk diselesaikan. Hal ini tidak lepas dari kendala yang dihadapi
oleh DPR dan pemerintah,” ujar Ketua Baleg berapologi.
RUU
siluman
Tak lama Ketua Baleg
usai memaparkan laporannya dalam sidang yang
dipimpin Wakil Ketua DPR Taufik
Kurniawan itu, Sumarjayi Arjoso
mengajukan interupsi. Politisi dari
Partai Gerindra itu menyatakan prihatin atas
masuknya RUU Pertembakauan dalam Prolegnas 2013. Dia menduga RUU itu masuk
tiba-tiba untuk membawa dan melindungi kepentingan industri rokok.
Secara
tegas Sumarjati meminta RUU Pertembakauan ditarik dari Prolegnas 2013. Kalaupun
semangat RUU ini ingin membela hak petani, argumen Sumarjati, sebaiknya materi
perlindungan itu bisa masuk RUU Pertanian. Dia mengingatkan, industri rokok
(tembakau) telah memiskinkan orang miskin. Pengeluaran orang miskin banyak
terkuras untuk membeli rokok.
“Kami
berharap RUU Pertembakauan ini di-drop atau dibatalkan dari Prolegnas
2013,” tandasnya berapi-api.
Sumarjati
menengarai, RUU Pertembakauan disusun atas usulan dari Aliansi Masyarakat
Tembakau Indonesia (AMTI). Di belakang aliansi ini, kata dia, adalah industri
rokok. RUU ini tak ubahnya seperti RUU Penanganan Dampak Produk Tembakau yang
diusulkan pada 2012. RUU yang disebut terakhir ini telah disempurnakan dan
diubah menjadi RUU Perlindungan Masyarakat dari Bahaya Rokok dan Produk
Sejenisnya.
“Ironis,
RUU yang berjudul bagus ini justru tak masuk Prolegnas 2013. Yang muncul
kemudian adalah RUU Pertembakauan. Ini betul-betul sangat menyedihkan!”
cetusnya.
Teguh Juwarno dan Firman Subagyo mengamini pendapat Sumarjayi Arjoso. Teguh Juwarno mencurigai
industri rokok di belakang usulan RUU Pertembakauan. RUU Pertembakauan adalah titipan
dari industri rokok. Teguh mengusulkan, jika masuk Prolegnas, judulnya harus
dibuat lebih spesifik.
“Baleg
harus menjelaskan judulnya lebih spesifik, misalnya RUU Perlindungan Petani
Tembakau,” imbuh Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional DPR RI itu.
Pada
dasarnya, Firman Subagyo berargumentasi, petani tembakau Indonesia dapat mensejahterakan
dirinya tanpa adanya regulasi tembakau. Politisi Partai Golkar itu mengingatkan,
RUU Pertembakauan sebelumnya menjadi polemik, bahkan petani tembakau sempat
melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR RI.
“UU
Pertembakauan bukanlah hal mudah untuk dirancang. Semestinya sebelum diajukan
ke dalam Prolegnas, dilakukan sosialisasi terlebih dahulu ke masing-masing
komisi. Atas dasar itu, kami menolak RUU Pertembakauan untuk dimasukan dalam
Prolegnas 2013,” tandas anggota komisi IV itu.
RUU Pertembakauan yang tiba-tiba
dimasukkan ke dalam Prolegnas 2013 dinilai siluman karena hanya mencantumkan
judul. Hal itu ditentang keras oleh
Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT).
Pengurus Komnas PT bidang Pengembangan
Dukungan Medik Hakim Sorimuda Pohan
mengatakan, pencantuman RUU tersebut melanggar Tata Tertib DPR RI yang
mewajibkan pengusulan RUU ke dalam Prolegnas harus disertakan dengan naskah
akademik dan draf RUU.
Faktanya, cetus Hakim, RUU Pertembakauan
sama sekali tidak menyertakan naskah akademik dan draf. Hal itu memperkuat
dugaan jika DPR telah disusupi industri tembakau besar yang berlindung dalam
Asosiasi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI).
“Ada
apa dengan pimpinan Baleg yang tiba-tiba meloloskan RUU itu padahal mereka tahu
jika pengusulan RUU harus disertai naskah akademik dan draf RUU? Buat apa
mereka melanggar tata tertib demi industri rokok?” ujar Hakim dalam jumpa pers Komnas
PT, pada hari yang sama.
Senada dengan Hakim, Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia (YLKI) Tulus Abadi
mengatakan, RUU Pertembakauan bermasalah secara substansi maupun normatif.
Secara normatif, RUU tersebut cacat
karena tidak disertai naskah akademik dan draf. Terhadap hal itu, Tulus menilai
ketiga pimpinan Baleg yang menyetujui pengusulan nama tersebut layak untuk
dilaporkan ke Badan Kehormatan (BK) DPR RI karena telah melanggar tata tertib
dan kode etik.
Tulus menyatakan pihaknya akan mendalami
sejumlah bukti sebelum rencana pelaporan ke BK dilaksanakan. Pelaporan tersebut mengingatkan tren
yang terjadi pada beberapa waktu lalu terkait penghilangan ayat tembakau.
Masih kata Hakim, perlakuan pimpinan
Baleg tersebut berbeda saat menanggapi usulan RUU Pengendalian Dampak Produk
Tembakau terhadap Kesehatan (PDPTK) yang diajukan oleh Komnas PT dan
ditandatangani oleh 259 anggota DPR RI pada 2010 lalu.
“Pimpinan Baleg menolak usulan tersebut pada 7 Juli 2011
dengan alasan ada dua desa yang berasal dari Temanggung dan Kudus yang
keberatan dengan usulan tersebut. Alasan
tersebut mengada-ada karena dua desa yang keberatan itu persentasenya sangat
kecil dibanding total 70 ribu desa yang ada di Indonesia ,” urai Hakim.
“Apalagi, petani tembakau di kedua desa itu
tetap merana karena ternyata hasil produksinya tidak dihargai layak oleh
tengkulak, selain oleh hama
dan cuaca. Tidak ada alasan jika
regulasi ancam petani tembakau. Yang mengancam itu hanya hama , cuaca, dan tata niaga.”
"RUU ini diusung ketiga pimpinan Baleg
yang sejak awal bau uang dari industri rokok, khususnya industri rokok asing,”
tuding Tulus. Secara substansi,
RUU ini dianggap tidak layak karena dikhawatirkan akan menimbulkan pengulangan. Jika RUU tersebut ditujukan untuk
melindungi petani tembakau, Indonesia
sudah memiliki UU Pertanian yang menaungi seluruh sektor pertanian. Jika RUU
tersebut beralasan melindungi produk tembakau, Indonesia juga sudah memiliki UU
Tentang Produk Pertanian.
Perdebatan
semakin memanas di antara yang pro dengan yang kontra. Akhirnya, pimpinan
sidang Taufik Kurniawan menskors sidang selama satu jam untuk forum lobi pimpinan
DPR dan Baleg. Forum lobi Baleg
menyepakati, RUU Pertembakauan itu tetap masuk Prolegnas 2013
namun diberikan tanda bintang. Artinya, Baleg masih membutuhkan suara bulat terkait perubahan judul dan substansi isi RUU
tersebut.
Ketua Baleg
Ignatius Mulyono tidak menampik RUU Pertembakauan menjadi masalah yang
komprehensif. Namun dia meminta agar RUU Pertembakauan tidak hanya dilihat dari
satu sisi. Karena itu, Ignatius mengusulkan agar RUU itu diubah judulnya dan
bersifat komprehensif. Pertembakauan itu judul umum.
Kata Ignatius, RUU mesti komprehensif
dalam mengakomodasi semua aspek seperti kesehatan masyarakat, 14 juta petani
tembakau, pegawai pabrik rokok, hingga pekerja yang menjajakan produk olahan
tembakau.
“Baleg terbuka
menerima masukan dari masyarakat. RUU ini harus
mencakup kepentingan berbagai pihak terkait seperti petani tembakau, karyawan perusahaan tembakau,
fiskal, dan juga kewajiban
kita menjaga kesehatan masyarakat,”
ujarnya.
RUU KPK tercoret
Satu catatan
penting yang menarik dicermati adalah tercoretnya RUU tentang Perubahan atas UU
No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) dari
daftar Prolegnas prioritas 2013.
Meski dicoret, RUU KPK masih tercantum dalam daftar Prolegnas 2010-2014.
Dengan kata lain, RUU KPK masih masuk daftar RUU yang akan dibahas sampai
tahun 2014 atau masa kerja anggota DPR
RI berakhir.
Tidak masuknya RUU KPK dalam Prolegnas
2013, menurut Ignatius, bukan berarti RUU ini tidak bisa dibahas kembali,
karena masuk dalam irisan Prolegnas jangka panjang. Ignatius memastikan, pengusulan
kembali RUU KPK sangat dimungkinkan asalkan ada pihak terkait yang menilai itu
urgen dan diniatkan demi perkuatan KPK.
“Jika ada yang mengusulkan,
Baleg dan pemerintah bisa mempertimbangkan kemungkinan memasukkan RUU tersebut,
dengan syarat materi RUU tidak memuat filosofi pelemahan KPK,” jelas Ignatius.
Tercoretnya
RUU KPK tak lepas dari polemik yang berkepanjangan menyusul adanya sejumlah
poin pasal yang dianggap melemahkan kinerja KPK. Atas dasar itu, kata Ignatius
Mulyono, Baleg DPR RI memutuskan untuk tidak menyertakan RUU KPK dalam Prolegnas
2013.
Seperti
diketahui, rencana DPR RI
merevisi UU KPK menuai polemik di kalangan DPR RI dan
masyarakat. DPR RI
dinilai hendak melemahkan KPK lewat revisi UU KPK terkait pasal-pasal yang
menghilangkan beberapa wewenang KPK, seperti wewenang penuntutan yang nantinya
akan dikembalikan ke Kejaksaan
RI .
Ketentuan lain dalam
RUU KPK yang dikritisi adalah wewenang penyadapan pada KPK dipersulit. Meski
tetap memiliki wewenang menyadap, proses perizinan penyadapan itu sendiri
terkesan dipersulit sehingga KPK tidak sembarangan menyadap. Dalam draf RUU
KPK digariskan, KPK harus mendapatkan izin dari pengadilan untuk melakukan
penyadapan.
Atas
desakan masyarakat sejumlah fraksi di DPR
RI menarik dukungannya atas
rencana revisi itu. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun dalam pernyataannya tidak
akan mendukung revisi UU KPK jika itu berpotensi melemahkan lembaga anti
korupsi tersebut. ✒(Anis Fuadi/TRIAS Politika)
Komentar