Langsung ke konten utama

Adukan Pungli ke Ombudsman!!


Adukan Pungli ke Ombudsman!

Oleh Anis Fuadi
Wakil Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Majalah TRIAS Politika

TEMUAN Inspektur Jenderal Kementerian Agama (Irjen Kemenag) Muhammad Jasin, yang diungkap ke publik pada akhir Desember 2012, ihwal praktik pungutan liar (Pungli) dalam pengurusan pencatatan pernikahan di Kantor Urusan Agama (KUA) seluruh Indonesia memang menghebohkan.
Betapa tidak, dalam taksiran mantan Wakil Ketua KPK itu, selama satu tahun bisa terkumpul uang Rp 1,2 triliun dari praktik haram tersebut. Sungguh fantastis!
Sejatinya, fenomena Pungli di KUA --simpul terbawah pelayanan publik di lingkungan Kemenag-- hanyalah sepotong mozaik dari sekian banyak mozaik yang membentuk potret buram dunia pelayanan publik (public service) di tanah air.
Pungli di KUA tidak lebih dari sekadar ‘puncak’ dari ‘gunung es’ praktik-praktik penyimpangan wewenang dan penyelewengan jabatan (tindakan maladministrasi) oleh pejabat penyelenggara negara dalam menjalankan tugas pelayanan publiknya.
Praktik Pungli tidak hanya terjadi di KUA melainkan juga (dipastikan) berlangsung di instansi-instansi birokrasi pelayanan publik lainnya. Sudah menjadi rahasia umum, Pungli terjadi di kantor-kantor Pemda (provinsi dan kabupaten/kota), dengan ujung tombak pelayanan publik kantor kecamatan dan kelurahan, dalam pengurusan (pembuatan/perpanjangan): Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM), Surat Keterangan Waris, Kartu Keluarga, atau permohonan surat-surat pengantar lainnya.
Di kantor imigrasi yang berada dalam lingkup Kementerian Hukum dan HAM: Pungli dalam pengurusan Paspor. Pungli di kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dalam pengurusan Akte Kelahiran. Praktik Pungli di kantor Samsat dalam pengurusan SIM, STNK, serta surat-surat kendaraan bermotor lain. Pengurusan Sertifikat Tanah di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) juga sarat dengan praktik Pungli.
Praktik Pungli yang sudah menggurita pun memiliki berbagai modus. Modus-modus maladministrasi publik yang acapkali dijumpai dalam keseharian dunia birokrasi di tanah air, misalnya memperlambat, mengabaikan, merugikan, atau menyimpang dari kewajiban hukum instansi yang bersangkutan. Semua modus itu bermuara pada praktik Pungli.
Wewenang dan tanggung jawab administratif yang dimiliki oknum-oknum aparatur instansi pelayanan publik justru menjadi ‘senjata ampuh’ untuk meminta ‘imbalan jasa’ dari, dan bahkan kadangkala untuk memeras, anggota masyarakat yang ingin mendapatkan pelayanan.
Masyarakat yang ingin dilayani malahan menjadi ’sapi perahan’ sang oknum. “Ada Uang, Ada Jasa”, demikian kira-kira hukum alam yang berlaku di dunia pelayanan publik
Indonesia.

Maladministrasi publik
Dr. Aziz Syamsuddin, dalam bukunya OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA: Merengkuh Keluhan Rakyat, ‘Menjewer’ Sang Pejabat (2009: 30), mendefinisikan maladministrasi sebagai perilaku/tindakan aparatur penyelenggara pelayanan publik yang menyimpang, menyalahgunakan, atau melampaui wewenang hukum yang dimilikinya.
Jadi, dengan kata lain, tindakan maladministratif adalah perbuatan atau pengabaian kewajiban hukum oleh instansi dan/atau aparatur negara yang melanggar asas umum pemerintahan yang baik dan/atau menimbulkan kerugian dan/atau ketidakadilan, termasuk apabila seseorang tidak diberikan pelayanan yang semestinya.
Aspek ketidakadilan akibat dari maladministrasi adalah ketika masyarakat selaku pengguna pelayanan publik tidak mendapatkan pelayanan yang menjadi haknya, atau membutuhkan waktu sangat lama untuk mendapatkan pelayanan itu, dan bahkan menderita kerugian yang tidak semestinya dia derita (kerugian finansial dan/atau keputusasaan atau kekecewaan).
Masih di bukunya, Aziz Syamsuddin yang juga Wakil Ketua Komisi Hukum dan HAM DPR RI menginventarisasi tindakan-tindakan maladministratif oknum pejabat penyelenggara pelayanan publik.
Terkategori maladministrasi adalah membuat keputusan yang berlarut-larut (undue delayed), kurang pantas (inapropriate), sewenang-wenang (arbitrary), menyimpang dari prosedur (procedural deviation), menyalahgunakan diskresi/kebijakan (abuse of discretion), dan menyalahgunakan wewenang (abuse of authority), baik yang mengarah maupun yang tidak mengarah kepada ketidakadilan (leading or not leading to injustice).

Ke mana mengadu?
Kita sering membaca, mendengar, atau menonton dari pemberitaan di media massa (koran, majalah, tabloid, portal berita online, atau radio/televisi) —atau bahkan di antara kita sendiri mungkin pernah mengalami sendiri— berbagai laporan/pengaduan  masyarakat yang mengalami perlakuan tidak adil dan tidak semestinya dari oknum-oknum aparatur instansi penyelenggara pelayanan publik.
Persoalannya adalah apakah laporan/pengaduan atau lebih tepat disebut “Curhat” dari masyarakat melalui jaringan media massa itu efektif? Sejauh mana laporan/pengaduan itu ditindaklanjuti oleh instansi berwenang?  Ke mana sebaiknya masyarakat melapor/mengadu bila menjadi korban maladministrasi?
Sebenarnya, di negeri yang surplus akan peraturan perundang-undangan dan lembaga/badan/komisi ini sudah dibentuk lembaga Ombudsman Republik Indonesia (selanjutnya hanya ditulis Ombusdman).
Dengan payung hukum UU No. 37/2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, Ombudsman dibentuk –-sebagai lembaga pengawal penegakan hukum atas UU Ombudsman RI-- menjadi “jembatan” untuk menampung laporan/pengaduan masyarakat tentang tindakan-tindakan maladministratif pejabat pelayanan publik, dan  menindaklanjuti laporan/pengaduan tersebut kepada atasan pejabat/instansi pelayanan publik yang menjadi pihak terlapor/teradu.
Memang, keberadaan Ombudsman ini tak banyak diketahui masyarakat. Ini menjadi ‘pekerjaan rumah’ bagi para stake-holder di lembaga, yang dulu bernama Komisi Ombudsman Nasional ini, untuk mensosialisasikan diri agar dikenal dan disayang oleh masyarakat.
Ombudsman konon bisa melayani setiap laporan/pengaduan dari masyarakat dengan segala kemudahannya (user friendly) dan gratis. Setiap laporan/pengaduan yang masuk akan dilakukan klarifikasi, investigasi, mediasi, dan ditindaklanjuti oleh Ombudsman dengan menerbitkan rekomendasi khusus kepada terlapor dan atasan terlapor. Rekomendasi itu bersifat wajib dilaksanakan oleh terlapor dan atasan terlapor.
Tidak berhenti sampai di situ saja. Apabila si terlapor dan atasan terlapor tidak mematuhi rekomendasi atau hanya melaksanakan sebagian rekomendasi dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh Ombudsman, sesuai ketentuan Pasal 38 ayat (4), (5), dan (6) UU No. 37/2008, Ombudsman dapat mempublikasikan atasan terlapor dan melaporkannya kepada Presiden dan DPR RI.

Selama 2012, 2.024 laporan
Dalam laporan akhir tahun 2012, berdasarkan atas laporan masyarakat yang masuk, Ombudsman menempatkan instansi Pemda (provinsi dan kabupaten/kota) pada peringkat pertama pelaku maladministrasi. Tindakan maladministratif pejabat Pemda yang paling banyak yang dilaporkan masyarakat ke Ombudsman terkait penundaan berlarut atau pelayanan yang ditunda.
Sepanjang 2012, ada 2.024 laporan masyarakat yang disampaikan, di mana 669 (33,5%) laporan terkait maladministrasi pejabat Pemda, berupa kebijakan, penundaan berlarut, dan Pungli. Dari 669 laporan itu, sebanyak 66% laporan menyangkut Pemerintah Kabupaten dan Kotamadya, 18,8% berkenaan instansi Kelurahan, dan 11,6% berkaitan Pemerintah Provinsi.  
Peringkat kedua dugaan maladministrasi, merujuk pada laporan masyarakat ke Ombudsman, ditempati institusi Kepolisian RI (Polri) dengan 356 laporan. Dari total 356 laporan itu, Kepolisian Resort adalah institusi yang paling banyak diadukan yaitu 39,6%, Kepolisian Daerah (23,2%), Kepolisian Resort Kota (17,0%), dan Kepolisian Sektor (16,7%). Dugaan maladministrasi di institusi Polri terkait penundaan berlarut dan penyimpangan wewenang.
Pengawasan yang dilakukan oleh Ombudsman pada dasarnya berbasis pada pengawasan masyarakat. Jadi, keberanian masyarakat untuk melaporkan/mengadukan setiap praktik maladministrasi ke Ombudsman sangat penting untuk menghilangkan budaya perilaku maladministratif yang kerap dipertontonkan oleh oknum pejabat instansi pelayanan publik.
Bila ingin melaporkan/mengadukan praktik Pungli atau tindakan maladministratif  lainnya, anggota masyarakat bisa mengirimkannya melalui situs www.ombudsman.go.id, atau ke kantor pusat Ombudsman RI di kawasan Rasuna Said (Gedung Pengadilan Tipikor), Jakarta Selatan, nomor telepon: 021-52960894/95 dan nomor faksimil 021-52960904/05.
(Dimuat di Majalah TRIAS Politika, edisi Januari 2013)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jual Cincin Bacan Doko (Model Tetes Air)

CINCIN BACAN DOKO ~ Dimensi 19x12x6 mm ~ Ikatan/Ring Perak uk.18 ~ Body Glass ~Harga Rp 1 juta MINAT? Kontak ke No. WA 082175440043 (respons cepat) CINCIN BACAN DOKO ~ Dimensi 19x12x6 mm ~ Ikatan/Ring Perak uk.18 ~ Body Glass ~Harga Rp 1 juta MINAT? Kontak ke No. WA 082175440043 (respons cepat) CINCIN BACAN DOKO ~ Dimensi 19x12x6 mm ~ Ikatan/Ring Perak uk.18 ~ Body Glass ~Harga Rp 1 juta MINAT? Kontak ke No. WA 082175440043 (respons cepat) CINCIN BACAN DOKO ~ Dimensi 19x12x6 mm ~ Ikatan/Ring Perak uk.18 ~ Body Glass ~Harga Rp 1 juta MINAT? Kontak ke No. WA 082175440043 (respons cepat)

JUAL CINCIN BATU KECUBUNG SMOKY ASLI BORNEO

CINCIN BATU KECUBUNG SMOKY ASLI BORNEO ~ Ring Alpaka Super ~ Size Ring : 19 /20 est ~ Dimensi Batu : 17x12,5 mm est (Dim Kantoran) ~Harga Rp 750.000 MINAT? Kontak WA 082175440043 CINCIN BATU KECUBUNG SMOKY ASLI BORNEO ~ Ring Alpaka Super ~ Size Ring : 19 /20 est ~ Dimensi Batu : 17x12,5 mm est (Dim Kantoran) ~Harga Rp750.000 MINAT? Kontak WA 082175440043 CINCIN BATU KECUBUNG SMOKY ASLI BORNEO ~ Ring Alpaka Super ~ Size Ring : 19 /20 est ~ Dimensi Batu : 17x12,5 mm est (Dim Kantoran) ~Harga Rp 750.000 MINAT? Kontak WA 082175440043 CINCIN BATU KECUBUNG SMOKY ASLI BORNEO ~ Ring Alpaka Super ~ Size Ring : 19 /20 est ~ Dimensi Batu : 17x12,5 mm est (Dim Kantoran) ~Harga Rp 750.000 MINAT? Kontak WA 082175440043

Jual Cincin Bacan Doko Serat Halus

Cincin Bacan Doko ~ Dimensi 19x13x8 mm ~ Ikatan/Ring Perak uk.19 ~ Body Glass ~ Harga Rp 1.750.000 MINAT?   WA 082175440043 (respons cepat) Cincin Bacan Doko ~ Dimensi 19x13x8 mm ~ Ikatan/Ring Perak uk.19 ~ Body Glass ~ Harga Rp 1.750.000 MINAT?   WA 082175440043 (respons cepat) Cincin Bacan Doko ~ Dimensi 19x13x8 mm ~ Ikatan/Ring Perak uk.19 ~ Body Glass ~ Harga Rp 1.750.000 MINAT?   WA 082175440043 (respons cepat) Cincin Bacan Doko ~ Dimensi 19x13x8 mm ~ Ikatan/Ring Perak uk.19 ~ Body Glass ~ Harga Rp 1.750.000 MINAT?   WA 082175440043 (respons cepat)