Wakil Gubernur
DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), melempar gagasan populis,
yaitu merekrut 2.000-an orang yang mau berkubang di sungai yang dipenuhi
hamparan sampah, termasuk pemulung,
untuk menjadi garda terdepan kebersihan Ibukota.
Honor Rp 2 juta/orang/bulan.
Bagaikan
seorang pendekar yang memakai jurus ‘Dewa Mabok’, memainkan gerakan meliuk-liuk
nan sulit diterka lawan-lawannya, dan bahkan seolah-olah ngawur, itulah gebrakan dan manuver yang kerap diperagakan oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, dalam upaya menyelesaikan kompleksitas masalah di ibukota.
Pemilik nama asli Zhong Wan Xie --kelahiran Gantong, Belitung Timur, yang akrab disapa Ahok
itu mengejutkan publik tatkala dia memarahi stafnya karena tidak menggunakan
laptop untuk mencatat hasil pertemuannya dengan ribuan
buruh yang berunjuk rasa menuntut kenaikan upah minimum provinsi (UMP), di Balaikota DKI, 24 Oktober
2012.
Kemudian, Ahok menyikapi dengan tegas
rancangan anggaran 2013 ajuan Dinas Pekerjaan Umum (PU) yang
dianggapnya tidak masuk akal dalam rapat yang digelar pada 8 November 2012. Mantan Bupati Belitung Timur itu langsung meminta
anggaran PU tahun 2013 dipotong 25 persen dalam rapat
yang diunggah lewat YouTube itu.
Di pengujung 2012, Ahok kembali mengeluarkan ‘jurus mabok’nya
terbaru. Ahok mengemukakan rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov)
DKI Jakarta untuk merekrut sekitar 2.000 orang pemulung sampah dan menggaji
mereka Rp 2 juta perbulan. Para
pemulung tersebut akan dipekerjakan sebagai tenaga pembersih kota .
“Kami akan mengajak pemulung di Jakarta untuk ikut mengurus
sampah. Pemulung yang menjadi pembersih kota akan
bisa menerima penghasilan sekitar dua juta rupiah perbulan,” cetus Wagub Ahok,
di Balaikota Jakarta ,
19
Desember 2012.
Pemprov DKI Jakarta, lanjutnya, akan menggaji
pemulung sampah yang mengumpulkan sampah-sampah, selain jenis sampah tertentu
yang mereka kumpulkan. Mereka bisa mengambil samapah yang mereka perlukan, yang
tidak diperlukan bisa diserahkan ke Pemprov.
Jika ditotal, besaran anggaran yang harus disiapkan oleh
Pemprov DKI Jakarta untuk menggaji 2000-an orang pemulung tersebut mencapai Rp
48 miliar setiap bulan.
“Kalau dihitung 2.000
pemulung, perbulannya paling 48 miliar rupiah. Daripada dikasih ke orang 75
miliar rupiah, tapi nggak bersih juga!” tegas mantan anggota DPR RI
dari Partai Golkar itu membuat perbandingan.
Tak ayal, wacana tersebut memicu polemik dan menjadi sorotan banyak pihak.
Pun tanda tanya, apakah Dinas Kebersihan Pemprov DKI
dianggap tak efektif menjalankan fungsinya sampai-sampai ide tersebut terlontar
dari pemimpinnya sendiri?
Apa tanggapan Gubernur DKI Jakarta ,
Joko Widodo, atas gagasan kontroversial wakilnya? Mantan Walikota Solo ini
mengklarifikasi, gagasan yang keluar dari Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja
Purnama adalah gagasan lapangan, di mana peran fungsi Dinas Kebersihan dianggap
Jokowi kurang menohok.
“Bukan kurang efektiflah, yang kita lihat
di lapangan tidak bisa menusuk sampai ke dalam-dalam gitu lho. Hanya kelihatan permukaan,
tapi yang di dalam memang butuh lebih detail,” jelas Jokowi di sela-sela
kunjungan ke lokasi tanggul jebol di Kali Cipinang, Makasar, Jakarta Timur,
(22/12/2012) dini hari.
Menurut pria yang sangat populer dengan
panggilan Jokowi itu, kondisi sampah yang kian memprihatinkan di Ibukota perlu
penanganan serius. Bukan hanya sampah yang menumpuk pada bak-bak sampah atau
tempat-tempat penampungan sementara saja, melainkan juga sampah yang tercecer
di sudut kota .
“Kita pengen
lebih detail, lebih dalam kerjanya,” imbuh Jokowi.
Meski demikian, Jokowi belum memutuskan apakah ide tersebut akan direalisasikan atau tidak. Kini, pihaknya tengah melakukan kalkulasi, baik kalkulasi dana maupun kalkulasi sosial, untuk menerapkan kebijakan fenomenal tersebut.
Meski demikian, Jokowi belum memutuskan apakah ide tersebut akan direalisasikan atau tidak. Kini, pihaknya tengah melakukan kalkulasi, baik kalkulasi dana maupun kalkulasi sosial, untuk menerapkan kebijakan fenomenal tersebut.
Lantas, apabila ide Wagub Ahok tersebut
direalisasikan, apa peran Dinas kebersihan Pemprov DKI Jakarta ?
“Ya, kerjanya yang gede-gede saja dong.
Sampah di Jakarta itu 6.000 ton, coba, berapa ribu truk itu?” kata Jokowi seraya
melepas tawa khasnya.
Ahok seiya sekata dengan Jokowi. Di kesempatan terpisah,
Ahok mengatakan, rencana Pemprov DKI Jakarta untuk menggaji pemulung itu dalam upaya menekan jumlah sampah di Jakarta yang belum berjalan optimal.
Menurut Ahok, semua ini
merupakan keinginan Gubernur Jokowi untuk melibatkan semua pihak mengurai
masalah sampah Ibukota yang terus menggunung.
Merujuk apa yang berlaku selama ini, Ahok mengungkapkan
Pemprov DKI Jakarta memakai jasa pihak ketiga (kontraktor kebersihan). Kontraktor
ini tetap menggunakan tenaga manusia untuk mengangkut sampah. Di luar itu, tambah
Ahok, Pemprov juga masih harus mengeluarkan biaya untuk menyewa alat-alat berat
senilai miliaran rupiah.
Perjanjian kontraktual dengan pihak ketiga tersebut juga
dikritisi oleh Ahok. Dalam hemat Ahok, masalah timbul karena dalam perjanjian
kontrak dengan pihak ketiga itu hanya dicantumkan bahwa penanganan sampah
dengan sistem pembayaran perton.
“Hal ini membuat Pemprov DKI kewalahan dalam melakukan
pengawasan terhadap kinerja kontraktor-kontraktor tersebut,” jelas Ahok.
Wagub Ahok menjelaskan, menggaet pemulung
dalam upaya menekan jumlah sampah di Jakarta
dirasa akan membawa dampak yang saling menguntungkan. Ahok yakin
hasil yang dicapai lebih optimal.
Di satu sisi, para pemulung dapat memilah kembali
sampah yang masih memiliki daya jual, selain
tentunya juga memiliki gaji pokok, dan sisa
sampah yang dipungutnya dapat ditampung di tempat pembuangan sampah sementara.
“Kan , mendingan
menggaji pemulung, lebih efektif. Pemulung juga bisa lebih sejahtera, bisa
menyewa Rusun. Ini soal logika saja sih,”
tukasnya.
Di kesempatan acara Bakti Sosial dan Sunatan
Massal di kantor Lurah Tanah Sereal, Jakarta Barat, 22 Desember 2012, Ahok berbagi
cerita tentang pertemanannya dengan seorang pemulung.
“Kamu kira pemulung itu orang jelek? Saya kenal
pemulung di Batam yang sarjana lho.
Dia bisa email-email-an sama saya. Pemulung itu bukan orang yang tidak sekolah lho. Banyak pemulung lulusan SMA, ada
yang D3. Jadi kenapa konsepsi itu kalau pemulung direkrut untuk kerja
seolah-olah dia rendahan?” kata Ahok berkisah seraya mengatakan penilaian bahwa
pemulung orang rendahan adalah salah.
“Jadi saya cuma mengatakan begini, waktu saya
lempar ide itu mereka bilang siapa yang tahan di tempat sampah kerja seharian,
saya bilang pemulung tahan, maka pemulung sekalian digaji. Pemulung jadi kaya.
Sampah yang dibutuhkan dia ambil, jual. Yang tidak dibutuhkan dia kumpulin.
Jadi kenapa pemulung tidak boleh jadi honorer Pemda?” papar Ahok berargumen.
Ahok menjelaskan, selama ini Pemprov DKI Jakarta lebih
mengandalkan pihak swasta dalam pengangkutan sampah. Sistemnya diatur
berdasarkan jatah volume sampah yang diangkut. Dengan ukuran tersebut,
pemerintah membayarkan anggaran sampah sesuai besarnya volume.
Menurut Ahok, Pemprov DKI Jakarta dalam posisi dilematis
untuk menetapkan kebijakan anggaran sampah. Seharusnya, pekerjaan tersebut beserta
kontrak-kontraknya diatur berdasarkan kinerja. Namun, masalah yang muncul
adalah, tidak akan ada satu pun kontraktor swasta yang akan terlibat jika
hitungannya tidak didasarkan pada ukuran pasti, yakni volume sampah.
Masalahnya, “Kalau volume sampahnya sudah cukup, meskipun
ini (sampah) berantakan di akhir tahun, mereka (pihak swasta) biarkan saja,”
kritik Ahok.
Disebutkan Ahok, anggaran untuk membayar pihak kontraktor swasta
untuk pembersihan sampah sebesar Rp 90 miliar perbulan. Jumlah ini belum termasuk
biaya sewa alat berat sebesar Rp 135 miliar. Jumlah tersebut terhitung tidak
efisien mengingat persoalan sampah tetap menjadi masalah Ibukota.
Sebagian penanganan sampah masih tetap di pihak ketiga
tersebut, lanjut Ahok, namun Pemprov DKI
ingin menerapkan swakelola juga untuk menjaga kebersihan.
Untuk membereskan sampah-sampah di sungai dan permukiman
yang tetap menumpuk setelah kontraktor hanya mengangkut sesuai jatah volumenya,
ungkap Ahok, dibutuhkan kehadiran tenaga kerja tambahan. Pekerjaan itulah yang
akan memanfaatkan jasa pemulung.
“Kami taruh saja 2.000 orang, kami bayar sebagai honor dan
kami beli 20 alat (angkut sampah), jauh lebih efisien!” pungkas Ahok,
mengeluarkan ‘jurus mabok’nya itu untuk atasi masalah sampah di ibu kota . ✒ (Dimuat di Majalah TRIAS Politika, edisi Januari 2013,Anis Fuadi,
diolah dari berbagai sumber)
Komentar