Hiruk-pikuk
persaingan antarpartai politik dan suhu tinggi perpolitikan nasional diperkirakan
akan meningkat sepanjang 2013. Wacana konsensus politik
mengemuka untuk menghindari ekses negatif kegaduhan politik.
Berbagi ujian
masih menerpa ketahanan dan martabat bangsa ini: bencana alam (gunung meletus,
banjir, kecelakaan pesawat, tenggelamnya kapal laut), konflik horisontal
bernuansa SARA dan pertanahan, terorisme, skandal korupsi sejumlah pejabat
publik (legislatif dan eksekutif baik di pusat maupun daerah), pertentangan KPK
dengan Polri, pertentangan antara DPR RI dan KPK RI, dan masih banyak lainnya.
Apakah yang
Indonesia
akan alami sepanjang 2013 ini? Sejumlah
prediksi mengemuka, dan mengerucut pada sebuah simpul bahwa Tahun 2013 adalah
Tahun Politik.
Adalah
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang melontarkan peringatan (warning) bahwa 2013 adalah tahun politik
dengan segala hiruk-pikuknya. Dalam Sidang Kabinet 17 Oktober
2012, Presiden SBY mengingatkan para pembantunya, menteri-menteri
Kabinet Indonesia Bersatu Jilid Kedua (KIB II), Tahun 2013 adalah Tahun
Politik, Tahun Pemilihan Umum (Pemilu).
Presiden SBY menginstruksikan seluruh menteri KIB II
untuk bekerja fokus dan mengutamakan tugas negara di atas segalanya.
“Perintah itu
ditegaskan Presiden kepada menterinya berulang kali dalam berbagai kesempatan
sidang kabinet paripurna, mengingat kabinet pemerintahannya adalah kabinet
koalisi partai politik,” tulis Ibnu Purna, Wakil Sekretaris Kabinet KIB II, dalam artikelnya “2013 Tahun Politik” yang dimuat di
situs www.setkab.go.id (06/11/2012).
Presiden
memperingatkan para menteri yang berlatar belakang Parpol untuk tidak
memanfaatkan jabatannya atau dimanfaatkan oleh Parpolnya untuk mengais
keuntungan bagi kepentingan Pemilu 2014.
Di tahun
2013, lanjut Ibnu Purna, masyarakat yang semakin kritis akan mengawasi sepak
terjang para menteri, terutama yang berasal dari Parpol, karena menteri
itu bisa saja menyalagunakan wewenang untuk kepentingan politik sempit,
menjelang Pemilu legislatif dan Pemilu Presiden.
Konsensus politik
Prediksi
politik 2013 juga mencuat di forum-forum seminar, diskusi panel, tak terkecuali
pernyataan beberapa pengamat politik, politisi, dan bahkan pelaku bisnis.
Wakil Ketua
MPR, Hajriyanto Thohari, memprediksi
pada 2013 potensi kegaduhan politik sangat tinggi. Tahun 2013 adalah tahun
krusial, satu tahun jelang Pemilu 2014.
“Tahun 2013 tahun
perenungan untuk mempertimbangkan dan menentukan pilihan politik saat Pemilu. Perlu
dihindari hiruk-pikuk dan kegaduhan politik yang menguras energi bangsa,” cetus
Hajriyanto saat menjadi pembicara dalam diskusi “Refleksi MPR RI tentang
Stabilitas Politik 2013” di kompleks
Gedung DPR RI/MPR RI, Senayan Jakarta, 17 Desember 2012.
Atas dasar
itu, untuk mencegah ekses yang tidak produktif dan destruktif bagi
kesejahteraan rakyat, politisi senior Partai Golkar itu berpendapat harus
dilakukan konsensus politik baru yang melibatkan para tokoh politik nasional, gerakan
sosial seperti ormas sosial keagamaan, dan lembaga swadaya masyarakat.
“Sebuah
konsensus politik baru yang sehat mutlak diperlukan guna menghentikan
kegaduhan-kegaduhan politik yang merugikan, sekaligus menyelamatkan bangsa Indonesia
dari hiruk-pikuk politik yang bersifat pragmatis.”
Lebih
lanjut Hajriyanto menjelaskan, "Utamakan keutuhan dan kepentingan nasional
yang luas dan berjangka panjang, sekaligus abaikan godaan-godaan politik yang
berjangka pendek. Tahun 2013 adalah tahun perenungan, agar terlahir pemimpin
dan lembaga negara yang menjunjung tinggi kepentingan nasional yang berkeadilan
dan berkesejahteraan di 2014.
Wacana konsensus
nasional juga pernah dilontarkan Wakil Presiden Boediono. Tujuannya agar pertumbuhan
ekonomi bisa yang lebih tinggi lagi dan dirasakan hingga masyarakat bawah.
Nah wacana
konsensus nasional yang diusung Wapres Boediono rupanya ditentang oleh Arif Budimanta. Wakil Ketua Fraksi PDI
Perjuangan di MPR RI itu menilai, yang membuat politik stabil
adalah suasana ekonomi, bukan pada pertumbuhan
“Tidak
perlu ada konsensus karena sudah dijamin di dalam konstitusi. Instrumen negara
mengatur itu semua. Yang terjadi, negara melakukan pengkerdilan konstitusi dan
pemimpin tidak menyadari memimpin sebuah bangsa, tapi justru mengambil jarak
dari bangsanya,” kata Arif.
Pada
kesempatan berbeda, anggota Dewan Pembina Partai
Gerindra, Permadi, melihat
situasi politik dan hukum selama 2012 menjadi isyarat awal buruk untuk 2013 dan
2014. Kalau kondisi politik terus seperti ini, tidak mustahil, Presiden SBY
akan berhenti atau diberhentikan.
Faktor
penyebabnya, kata mantan anggota DPR RI dari PDI Perjuangan itu, fenomena korupsi terjadi di
hampir semua institusi pemerintah dan DPR
RI . Begitu juga dengan konflik
horisontal yang dibiarkan mengambang. Bahkan Presiden SBY membiarkan kadernya
di Partai Demokrat meski sudah jelas terseret kasus hukum.
“Kalau
dinamika politik dan hukum terus memburuk pada 2013, mahasiswa dan rakyat sudah mulai
bergerak dengan satu tuntutan, yaitu SBY-Boediono mundur. Kalau ada
peluang politik, mereka akan segera bergerak ke Jakarta,” ujar Permadi,
dalam forum Dialektika Demokrasi "Refleksi Akhir Tahun dan Prediksi Politik
2013", di kompleks Gedung DPR RI/MPR RI, Senayan Jakarta, 13 Desember 2012.
M. Qodari
tidak sependapat dengan Analisis Permadi. Pengamat politik dari Indo Barometer
itu menilai, Presiden SBY tidak mungkin bisa jatuh melalui proses impeachment kendati dinamika politik dan hukum akan terus memanas hingga 2014.
Upaya untuk
menjatuhkan Presiden SBY, lanjut Qodari, tidak mungkin datang dari parlemen
karena sikap pimpinan ketiga lembaga sangat jelas mendukung pemerintahan SBY
sampai 2014. Begitu juga dengan dengan Parpol pendukung pemerintah.
“Jadi,
tidak ada isyarat politik untuk penjatuhan Pak SBY. Kecuali ada gerakan rakyat
yang masif, besar, dan dipicu oleh hal-hal fundamental seperti kenaikan BBM,”
ujar Qodari seraya mengungkapkan, “Ada empat bom
waktu politik tahun 2013 yang bisa mengguncang bangsa dan negara ini,
yakni masalah hukum, ekonomi, reshuffle kabinet, dan revisi UU Pilpres.”
Sesepuh PDI Perjuangan, Sabam
Sirait, menyarankan Presiden SBY sebaiknya lebih fokus dalam memperbaiki roda
pemerintahan, supaya citranya semakin baik, mumpung
masih ada 1,5 tahun.
Dari sudut pandang Parpol berkuasa dan pendukung utama pemerintahan SBY,
anggota Dewan Pembina Partai Demokrat
Hayono Isman menekankan, pada akhir jabatannya sebagai presiden, SBY akan menghadirkan
pemerintahan yang sejuk, tidak terganggu dengan hingar-bingar politik menjelang
2014. SBY juga akan fokus menjalankan pemerintahan untuk kepentingan negara
yang lebih besar.
“Pak SBY
juga akan menghadirkan kabinet yang solid dan sejuk, berjuang untuk demokrasi
meski panas, tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa sekaligus untuk
mengantarkan suksesnya Pemilu 2014,” kata mantan Menpora di era Presiden HM
Soeharto itu.
Merespons Hajriyanto Thohari,
dari perspektif hukum tata negara, Margarito berpendapat,
meski tidak diatur dalam Konstitusi, forum silaturahmi berkala yang diprakarsai
Presiden SBY dengan lembaga-lembaga negara seperti MPR, DPR, DPD, BPK, MK, dan
KY bisa dimanfaatkan untuk mencari berbagai solusi persoalan bangsa ini,
sekaligus mengurangi potensi kegaduhan politik nasional.
“Hanya
saja, pertemuan itu seharusnya tidak bersifat silaturahmi atau sekadar ajang
formalitas, namun bisa membahas berbagai persoalan bangsa sehingga potensi
benturan antara lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif bisa dihindari,”
tandas Margarito.
Meneg BUMN,
Dahlan Iskan, juga memiliki persepsi
dan prediksi yang sama bahwa di tahun 2013 tensi politik nasional akan
meninggi. Dia berharap, situasi tersebut tidak sampai mengganggu laju pertumbuhan
ekonomi nasional.
“Tahun 2013
itu tahun yang panas, tahun politik. Karena itu jauhi politik!” tukas Dahlan saat
berbicara di sebuah diskusi bertempat Gedung Antara, Jakarta , 5 Desember 2012.
Menteri
yang sempat menghebohkan jagat politik nasional menyusul pernyataannya tentang
adanya oknum-oknum anggota DPR RI yang memeras BUMN ini memprediksi, kondisi
perekonomian Indonesia pada 2013 tidak jauh berbeda dengan 2012. Pertumbuhan ekonomi
2013 akan sama dengan 2012 yaitu di atas 6 persen.
Semoga saja
Pak Menteri..gonjang-ganjing politik di tahun 2013 tidak menurunkan pertumbuhan
ekonomi Indonesia . (Anis Fuadi/TRIAS Politika, dari berbagai sumber)
Komentar