POLITIK SANDERA
Anis Fuadi
(Pemimpin Redaksi Majalah Dwimingguan TRIAS Politika)
SEKITAR Oktober 2012 silam, dalam sidang kabinet paripurna, Presiden Soesilo Bambang
Yudhoyono (SBY) melontarkan sebuah peringatan (warning) kepada menteri-menteri Kabinet Indonesia Bersatu Jilid
Kedua (KIB II), bahwa 2013 adalah Tahun Politik dengan segala hiruk-pikuknya.
Disebut
Tahun Politik karena diwarnai dinamika politik dengan tensi meninggi persaingan
antarpartai politik menjelang Pemilu Legislatif (DPR, DPD, DPRD) dan Pemilu
Presiden/Wakil Presiden 2014.
Menyikapi
hal itu, Presiden SBY mengingatkan sekaligus memerintahkan para pembantunya di
KIB II untuk bekerja fokus dan mengutamakan tugas negara di atas segalanya. SBY
menyadari, kabinet pemerintahan yang dipimpinnya adalah kabinet koalisi Parpol.
Peringatan
khusus SBY sejatinya tertuju kepada para menteri yang berlatar belakang Parpol agar
tidak memanfaatkan jabatannya, atau dimanfaatkan oleh Parpolnya, untuk mengumpulkan
pundi-pundi Parpol bagi kepentingan Pemilu 2014. Menteri berlatar belakang
Parpol diingatkan agar tidak terpecah konsentrasinya dengan berbagai persoalan
politik Parpolnya.
Di tahun
2013, masyarakat yang semakin kritis akan mengawasi sepak terjang para menteri,
terutama yang berasal dari Parpol, karena menteri itu bisa saja menyalahgunakan
wewenang untuk kepentingan politik Parpol tempatnya bernaung, menjelang Pemilu 2014.
Tahun
Politik pada 2013 juga menyiratkan potensi pertarungan pemanasan menjelang
Pemilu 2014, yang akan ditandai oleh politik sandera antarparpol dan manuver
politik dari satu Parpol kepada Parpol lainnya guna menengelamkan lawan
politiknya. Tahun 2013 adalah tahun perhimpunan dana untuk modal pesta
demokrasi 2014, baik yang dilakukan secara terang-terangan maupun terselubung
dan tersistematis.
Diprediksi,
sepanjang 2013, banyak kasus korupsi bakal muncul ke permukaan, yang menjerat
politisi atau elit Parpol. Bukan itu saja, Parpol-parpol saling menelanjangi dan
menjatuhkan —baik terang-terangan maupun diam-diam— demi merebut pengaruh, kekuasaan, dan simpati publik, guna memuluskan
jalan menggapai kekuasaan politik.
Sudah mulai
terlihat indikasi-indikasi ke arah situ. Tengok saja, sekadar menunjuk beberapa
contoh: pengungkapan isu pajak keluarga Pendiri dan Ketua Dewan Pembina Partai
Demokrat SBY; tekanan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar segera
menetapkan status Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum sebagai tersangka
pada kasus dugaan korupsi proyek Hambalang; penahanan dan penetapan sebagai
tersangka Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq dalam kasus suap impor daging sapi
di Kementan; disebutnya nama Ketua DPP Partai
Golkar Priyo Budi Santoso dalam kasus dugaan korupsi pada proyek Pengadaan
Alquran di Kemenag,
Fenomena
saling serang dan saling sandera antara Parpol-parpol ini sungguh
memprihatinkan, sebab mereka telah mempertontonkan kenyataan bahwa politisi dan
Parpol hanya mementingkan urusan partisan, bukan kepentingan rakyat banyak.
Perang
kasus korupsi antarparpol kemungkinan besar akan meledak. Dan itu dipastikan
melibatkan KPK, lembaga superbody yang sampai saat ini masih ditahbiskan oleh
publik tanah air sebagai garda terdepan
pemberantasan korupsi.
Sebagai
balasan, Parpol-parpol yang telah diserang di luar arena resmi (baca: Pemilu)
juga akan menyiapkan amunisi untuk membeberkan kasus dugaan korupsi lawan-lawan
politiknya kepada lembaga penegak hukum seperti KPK, sebagai serangan balasan.
Sistem Pemilu
yang bersifat personal mengisyaratkan setiap Caleg untuk berkampanye dengan
biaya sendiri. Caleg-caleg yang saat ini menduduki posisi di lembaga parlemen
(pusat dan daerah) dan ingin maju lagi dalam Pemilu 2014 harus berfikir keras
menyiapkan amunisi, dana sebanyak-banyaknya.
Bila solusinya nihil, si Caleg incumbent
dikhawatirkan akan mengabaikan integritas dirinya sebagai wakil rakyat.
Solusi dana paling realistis adalah korupsi uang negara dengan memanfaatkan
wewenang politis yang dimilikinya. Belum lagi ada tuntutan setoran dana dari
Parpol yang mengusungnya sebagai Caleg untuk keperluan kas logistik Pemilu.
Khusus
kepada KPK, kita berharap, tetap menjaga independensinya dalam menangani
kasus-kasus korupsi yang menjerat politisi dan elit Parpol. Publik menginginkan
KPK tidak terpengaruh oleh gonjang-ganjing politik.●
Komentar